Catatan Harian Andika
Ketika MIN Lebih Menarik dari SD

"Donya meugese-gese, jameun SD paleng digalak, jinoe meupuron-puron ureung peutameng aneuk bak sikula islam" Seorang tetua dalam salah satu organisasi tertua di Indonesia di Nagan Raya menjelaskan. Saya perhatikan, semangatnya mengalahkan semangat yang lain.
Tentang semangat beliau kita sudahi dulu, yang menarik justru apa yang beliau katakan. Sebab itu realita sekarang. Benar terjadi. Bahkan SD tempat saya sekolah dulu yang terkenal sebagai SD 1 Impress penuh prestasi, kini tidak lagi seperti dulu. Murid tidak banyak lagi. Suasana juga tidak seheboh dulu. Setiap kesempatan, saya pandangi sekolah saya dari atas lantai 2 mesjid.
Kini justru orang berlomba-lomba mendaftarkan anaknya ke sekolah yang ada nama islamnya. Apalagi ada program tahfidz. Tahfidz adalah program paling memukau sebab semua orang tua merindukan dipasangi mahkota di akhirat nanti. Sebuah sekolah dasar di desa saya yang masih tegar berdiri dan masih lumayan ramai peminatnya terlihat menghidupkan murottal Alquran setiap pagi sebelum jam belajar dimulai. Justru itu menjadi salah satu daya tarik.
Fenomena ini menandakan kalau dekat dengan Alquran kini menjadi trend baru. Punya anak penghafal Alquran adalah kebanggaan. Ibu-ibu muda penuh bangga membagi cerita dengan teman-teman sosialitanya kalau anaknya sekarang masuk pesantren ternama. Ini adalah gelombang semangat baru. Sekalipun mungkin Ayah Ibunya masih banyak kurang dan tak paham agama atau masih berlepotan pekerjaan 'ngolah sana ngolah sini'. Tapi tetap berharap anak harus selamat dunia akhirat.
Melanjutkan apa yang disampaikan tetua diatas, "MIN jameun meulangeng-langeng, jinoe SD teuma yang ka meulangeng. Oen balek balo, donya meugulee sige-ge saho". Jika memang samangat menyekolahkan anak pada sekolah Islam kini sedang tinggi-tingginya, maka wajib bagi kita semua menjaga semangat ini. Dan lebih wajib lagi mempersiapkan tempat mereka nanti setelah selesai menjadi sarjana. Tidak boleh tertanam mesti jadi ASN agar sejahtera. Bumi Allah terlalu luas untuk berkarya. Jangan sampai melambai-lambai dengan ijazah, menjadi penyumbang nama dalam deretan data pengangguran.
*Sambil mendengar rapat Badan Amal Usaha Sebuah Organisasi tua di Indonesia.